Rabu, 18 Desember 2013

REDISTRIBUSI TANAH

“Redistribusi” tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat khususnya para petani dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa Tanah. Sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata. (http://kioshukumonline.blogspot.com)

Pelaksanaan Redistribusi Tanah Di Indonesia

Redistribusi tanah yang dilakukan dalam rangka land reform di Indonesia, dilaksanakan oleh suatu Badan Eksekutif yaitu Panitia Pertimbangan Land Reform. Panitia pertimbangan land reform ini dibagi menjadi:
1)    Panitia Pertimbangan Land Reform Pusat, yang diketuai oleh menteri dalam negeri.
2)    Panitia Pertimbangan Land Reform provinsi, yang diketuai oleh gubernur kepala daerah.
3)    Panitia Pertimbangan Land Reform kabupaten/ kotamadya, yang diketuai oleh bupati / walikota 
Pada awalnya panitia ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.131 Tahun 1961 dan kemudian di ubah melalui Keputusan Presiden No.262 Tahun 1964. Pada tahun 1980, dengan pertimbangan bahwa panitia land reform yang ada tidak memadai dengan perkembangan dewasa ini, maka ditetapkan organisasi dan tata penyelenggaraannya yang disesuaikan dengan pertimbangan dewasa ini, yaitu melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1980.    Keputusan presiden ini kemudian ditindak lanjuti dengan di keluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri No.37 Tahun 1981 tentang Pembentukan Panitia Pertimbangan Land Reform dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 1981 mengenai Perincian Tugas dan Tata Kerja Pelaksanaan Land Reform.
Dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan land reform ditugaskan kepada menteri dalam negeri serta para gubernur kepala daerah, bupati/ walikota madya kepala daerah, camat dan kepala desa yang bersangkutan selaku wakil pemerintah pusat di daerah, lebih lanjut mengenai perincian tugas masing-masing diatur dalam Pasal 2, 3, 4 dan 5 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 1981.
Tanah Obyek Land Reform dalam kegiatan redistribusi tanah yang telah dibagikan di seluruh Indonesia sejak periode Tahun 1960 mencapai 1.159.527,273 Ha dengan jumlah penerima 1.510.762 keluarga petani dan rata-rata yang diterima 0,77 Ha.  Berdasarkan buku petunjuk pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah obyek land reform yang dibuat oleh DirektoratLand Reform Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, tanah-tanah yang dialokasikan untuk kegiatan Redistribusi Tanah Obyek Land Reform, meliputi:
1) Tanah obyek land reform yang belum pernah diredistribusi, meliputi:
a) Tanah-tanah yang terkena ketentuan land reform yang berasal dari kelebihan maksimum, absentee dan bekas swapraja.
b) Tanah-tanah yang telah ditegaskan menjadi obyek land reform.
2)  Tanah obyek land reform yang telah diredistribusi, namun penerima manfaatnya tidak memenuhi kewajibannya sebagai penerima redistribusi dan Surat keputusan (SK) redistribusinya telah berusia 15 tahun, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 1997 tentang Penertiban Tanah-tanah Obyek Redistribusi Land Reform.
3)  Tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang akan ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu:
a)  Menurut Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor SK.30/Ka/1962 tentang Penegasan Tanah-tanah yang Akan Dibagikan Dalam Rangka Pelaksanaan Land Reformsebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 :
(1)   bagian-bagian dari tanah partikelir / eigendom (lebih dari 10 bow. 1 bow = 7,14 Ha) yang terkena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 :
(a)  yang merupakan tanah pertanian;
(b)  yang tidak diberikan kembali kepada bekas pemilik sebagai ganti rugi;dan
(c)  yang tidak dapat diberikan dengan Hak Milik berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958.
(2) Tanah bekas hak erfpacht / Hak Guna Usaha (HGU) :
(a) yang merupakan tanah pertanian;
(b) yang sekarang sudah dikuasai langsung oleh negara.
b)    Menurut Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara Menjadi Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Land Reform :
(1)   tanah Negara bebas;
(2)   tanah bekas erfpacht;
(3)   tanah bekas HGU yang telah berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh pemegang hak atau telah dicabut/dibatalkan oleh pemerintah;
(4)   tanah kehutanan yang telah digarap / dikerjakan oleh rakyat dan telah dilepaskan haknya oleh instansi yang bersangkutan;
(5)   tanah bekas gogolan;
(6)   tanah bekas hak adat / ulayat
4) Tanah di lokasi hasil kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), yang berpotensi untuk ditindak lanjuti dalam redistribusi tanah.

Sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara Menjadi Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Land Reform, maka diberi petunjuk penegasan Tanah Obyek Land Reform sebagai berikut:
1)    Permohonan penegasan Tanah Obyek Land Reform diajukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan.
2)    Permohonan harus dilampiri dengan surat-surat sebagai berikut:
a)    riwayat tanah yang memuat data-data fisik atas tanah;
b)    Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT);
c)    Peta situasi (hasil pengukuran keliling);
d)    Peta penggunaan tanah;
e)    Daftar nama, alamat, dan luas tanah masing-masing penggarap;
f)     Berita Acara sidang Panitia Pertimbangan Land ReformDaerah Tingkat II, apabila tanah yang dimohon penegasannya pernah disidangkan atau rekomendasi dari bupati / walikota setempat;
g)    Surat Keputusan Pencabutan / Pembatalan Hak Guna Usaha apabila tanah yang diusulkan berasal dari Hak Guna Usaha yang sudah/belum habis masa jangka waktunya dan rekomendasi dari Dinas Perkebunan kabupaten/kota setempat;
h)   Pelepasan hak dari :
(1)  Instansi Kehutanan apabila tanah yang dimohon penegasannya berasal dari tanah kehutanan;
(2)  Kepala / Ketua adat setempat apabila tanah yang dimohon berasal dari bekas tanah adat/ulayat/marga yang diketahui oleh kepala desa dan camat setempat.
3)    Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi meneruskan permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional disertai pertimbangannya.

Mengingat terbatasnya luas tanah yang akan di redistribusikan dibandingkan dengan jumlah petani penggarap yang membutuhkan, maka pembagian tanah dalam kegiatan redistribusi diadakan suatu prioritas yaitu urut-urutan dari para petani yang paling membutuhkan dan perlu untuk didahulukan. Sebagaimana dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 menetapan bahwa Tanah Obyek Land Reform yang akan dibagikan dengan hak Milik kepada para petani yang bersangkutan menurut prioritas sebagai berikut :
1)    penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;
2)    buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;
3)    pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan;
4)    penggarap yang belum sampai 3 (tiga) tahun mengerjakan tanah yang bersangkutan;
5)    penggarap yang mengerjakan tanah hak pemilik;
6)    penggarap tanah-tanah yang oleh pemerintah diberi peruntukan lain berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) peraturan ini;
7)    Penggarap yang tanah garapannya kurang dari 0,5 hektar;
8)    Pemilik yang luas tanahnya kurang dari 0,5 hektar;
9)    Petani atau buruh tani lainnya.

Jika dalam tiap-tiap prioritas tersebut di atas terdapat :
1)    petani yang mempunyai ikatan keluarga sejauh tidak dari dua derajat dengan bekas pemilik, dengan ketentuan sebanyak-banyaknya lima orang;
2)    petani yang terdaftar sebagai veteran;
3)    petani janda pejuang kemerdekaan yang gugur;
4)    petani yang menjadi korban kekacauan.
maka kepada mereka itu diberikan pengutamaan di atas petani-petani lain yang ada di dalam golongan prioritas yang sama.

Disamping prioritas yang diadakan dalam pembagian tanah tersebut, ditentukan pula mengenai syarat umum dan syarat khusus bagi para petani. Jadi tidak semua petani yang digolongkan dalam prioritas akan mendapatkan tanah, tetapi mereka harus memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, yaitu :
1)    syarat-syarat umum ;
a)    warga negara Indonesia;
b)     bertempat tinggal di kecamatan letak tanah yang bersangkutan;
c)    kuat bekerja dalam pertanian.
2)    syarat-syarat khusus :
a)    bagi petani yang tergolong dalam prioritas 1, 2, 5, 6 dan 7 telah mengerjakan tanah yang bersangkutan 3 (tiga) tahun berturut-turut;
b)    bagi petani yang tergolong dalam prioritas 4 telah mengerjakan tanahnya dua musim berturut-turut;
c)    bagi pekerja tetap yang tergoong dalam prioritas 3 telah mengerjakan pada bekas pemilik selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Milik atas Tanah Negara menyatakan bahwa pemberian Hak Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program redistribusi tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
Pemberian Hak Milik atas tanah kepada petani penerima redistribusi Tanah Obyek Land Reform diberikan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1)    penerima redistribusi wajib membayar uang pemasukan (untuk Tanah Obyek Land reforrm yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee);
2)    tanah yang bersangkutan harus diberi tanda-tanda batas;
3)    haknya harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan yang bersangkutan untuk memperoleh sertipikat;
4)    penerima redistribusi wajib mengerjakan / mengusahakan tanahnya secara aktif;
5)    setelah2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Surat Keputusan pemberian haknya wajib dicapai kenaikan hasil tanaman setiap tahunnya sebanyak yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian daerah;
6)    yang menerima hak wajib menjadi anggota koperasi pertanian daerah tempat letak tanah yang bersangkutan;
7)    selama uang pemasukannya belum dibayar lunas (untuk Tanah Obyek Land Reform yang  berasal dari tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee), Hak Milik yang diberikan itu dilarang untuk dialihkan kepada pihak lain, jika tidak diperoleh izin terlebih dahulu dari Kepala Kantor Pertanahan kabupaten / kota;
8)    kelalaian dalam memenuhi kewajiban-kewajiban atau pelanggaran terhadap larangan tersebut di atas dapat dijadikan alasan untuk mencabut Hak Milik yang diberikan itu, tanpa pemberian suatu ganti kerugian. Pencabutan Hak Milik itu dilakukan dengan Surat Keputusan Menteri Agraria atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.

Kegiatan redistribusi tidak terhenti sampai pemberian tanda bukti hak atas tanah (sertipikat atau asset reform), namun dilanjutkan dengan memberikan fasilitas untuk membuka akses penerima manfaat terhadap modal, teknologi, pasar, peningkatan kapasitas, manajemen dan pendampingan (acces reform atau pasca redistribusi). Agar tanah yang telah diperoleh oleh penerima manfaat dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin sehingga dapat memberikan hasil yang optimal pula, yang pada gilirannya dapat meningkatkan taraf hidup penerima manfaat.

Kegiatan acces reform perlu direncanakan, diselenggarakan dan dikendalikan secara cermat dan matang baik dalam konteks penyediaan dukungan keuangan (modal), dukungan teknis dan managerial, pemasaran maupun pembinaan lanjutan lainnya. Kegiatan acces reform dapat dilaksanakan pada tahap awal, pertengahan atau akhir kegiatan redistribusi tanah. Namun disarankan acces reform dilaksanakan pada tahap awal sebelum kegiatan redistribusi dimulai, telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, begitu pula hubungan kerja sudah terbangun dengan baik. Sehingga sesuai dengan potensi lokasi yang ada sudah terlihat bentuk akses reform yang akan dikembangkan misalnya pemanfaatan tanah untuk apa, pihak-pihak yang turut serta, hak dan kewajibannya, besarnya bantuan modal atau kredit yang akan diberikan oleh lembaga keuangan atau perbankan, bantuan teknis yang diberikan, siapa yang memberikan bimbingan dan pendampingan dan sebagainya. Secara garis besar pelaksanaannya sebagai berikut:
1)    Melakukan penyuluhan.
2)    Melaksanakan inventarisasi dan mengidentifikasi potensi yang ada.
3)    Melakukan fasilitasi dan rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan (stake holders).
4)    Membentuk tim koordinasi akses reform yang beranggotakan para stake holders instansi terkait, pemerintah daerah dll)
5)    Membentuk kelompok tani reforma agraria
6)    Kerjasama / kemitraan dituangkan dalam nota kesepahaman (Mou) antar para pemangku kepentingan (stake holders).

Sebagai contoh beberapa peran serat stake holders dalam rangka acces reform:
a)    Departemen / Dinas Pertanian, antara lain:
(1)  Penyuluhan pertanian;
(2) Penyediaan pupuk, bibit, teknologi pertanian, pemasaran;
b)  Departemen Kehutanan / Dinas Kehutanan, antara lain:
Pelepasan kawasan hutan yang secara nyata di lapangan telah digarap oleh masyarakat selama puluhan tahun.
c) Kementerian Negara Usaha Kecil Menengah (UKM), antara lain:
(1)   Penyediaan dana;
(2)   Pembentukan badan usaha baik koperasi atau badan hukum lainnya;
(3)   Pendampingan manajemen, pemasaran, modal, advokasi.
d)    Departemen / Dinas pekerjaan Umum:
(1)   Pematangan tanah;
(2)   Pembangunan jalan desa dan jalan penghubung ke jalan kabupaten, provinsi dan nasional, jembatan, terminal dan lain sebagainya;
(3)   Pembangunan irigasi dan fasilitas pertanian lainnya;
(4)   Pembangunan pasar.
e)    Lembaga keuangan , antara lain:
(1)   Penyediaan kredit dengan bunga ringan untuk membiayai kegiatan pra redistribusi dan redistribusi
(2)   Penyediaan kredit dengan bunga ringan untuk kegiatan pasca redistribusi, misalnya untuk modal kerja dan lain sebagainya.
f)     Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi petani, antara lain:
(1)   Membantu menyeleksi petani atau penduduk miskin yang memenuhi persyaratan;
(2)   Mencegah masuknya penduduk dari daerah lain ke daerah (desa atau kecamatan) letak tanah yang akan dibagikan;
(3)   Mencegah masuknya para spekulan tanah;
(4)   Pendampingan advokasi, manajemen, teknologi pertanian, pemasaran.
g)   Pihak swasta (dunia usaha), antara lain:
Berbagai bentuk kemitraan yang setara dan menguntungkan masing-masing pihak;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar