“Redistribusi” tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat khususnya para petani dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa Tanah. Sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata. (http://kioshukumonline.blogspot.com)
Pelaksanaan Redistribusi Tanah Di Indonesia
Redistribusi
tanah yang dilakukan dalam rangka land reform di Indonesia,
dilaksanakan oleh suatu Badan Eksekutif yaitu Panitia Pertimbangan Land
Reform. Panitia pertimbangan land reform ini dibagi
menjadi:
1) Panitia
Pertimbangan Land Reform Pusat, yang diketuai oleh menteri
dalam negeri.
2) Panitia
Pertimbangan Land Reform provinsi, yang diketuai oleh gubernur
kepala daerah.
3) Panitia
Pertimbangan Land Reform kabupaten/ kotamadya, yang diketuai
oleh bupati / walikota
Pada
awalnya panitia ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.131 Tahun 1961
dan kemudian di ubah melalui Keputusan Presiden No.262 Tahun 1964. Pada
tahun 1980, dengan pertimbangan bahwa panitia land reform yang
ada tidak memadai dengan perkembangan dewasa ini, maka ditetapkan organisasi
dan tata penyelenggaraannya yang disesuaikan dengan pertimbangan dewasa ini,
yaitu melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun
1980. Keputusan presiden ini kemudian ditindak lanjuti
dengan di keluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri No.37 Tahun 1981 tentang
Pembentukan Panitia Pertimbangan Land Reform dan Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 1981 mengenai Perincian Tugas dan Tata Kerja
Pelaksanaan Land Reform.
Dalam
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa
pelaksanaan land reform ditugaskan kepada menteri dalam negeri
serta para gubernur kepala daerah, bupati/ walikota madya kepala daerah, camat
dan kepala desa yang bersangkutan selaku wakil pemerintah pusat di daerah,
lebih lanjut mengenai perincian tugas masing-masing diatur dalam Pasal 2, 3, 4
dan 5 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 1981.
Tanah
Obyek Land Reform dalam kegiatan redistribusi tanah yang telah
dibagikan di seluruh Indonesia sejak periode Tahun 1960 mencapai 1.159.527,273
Ha dengan jumlah penerima 1.510.762 keluarga petani dan rata-rata yang diterima
0,77 Ha. Berdasarkan
buku petunjuk pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah obyek land
reform yang dibuat oleh DirektoratLand Reform Deputi
Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, tanah-tanah yang dialokasikan untuk
kegiatan Redistribusi Tanah Obyek Land Reform, meliputi:
1) Tanah obyek land reform yang belum
pernah diredistribusi, meliputi:
a) Tanah-tanah yang
terkena ketentuan land reform yang berasal dari kelebihan maksimum, absentee dan
bekas swapraja.
b) Tanah-tanah yang telah ditegaskan menjadi
obyek land reform.
2) Tanah obyek land reform yang
telah diredistribusi, namun penerima manfaatnya tidak memenuhi kewajibannya
sebagai penerima redistribusi dan Surat keputusan (SK) redistribusinya
telah berusia 15 tahun, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 1997 tentang Penertiban
Tanah-tanah Obyek Redistribusi Land Reform.
3) Tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh
negara yang akan ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, yaitu:
a) Menurut Keputusan Menteri Pertanian dan
Agraria Nomor SK.30/Ka/1962 tentang Penegasan Tanah-tanah yang Akan Dibagikan
Dalam Rangka Pelaksanaan Land Reformsebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 :
(1) bagian-bagian
dari tanah partikelir / eigendom (lebih dari 10 bow.
1 bow = 7,14 Ha) yang terkena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958
:
(a) yang
merupakan tanah pertanian;
(b) yang
tidak diberikan kembali kepada bekas pemilik sebagai ganti rugi;dan
(c) yang
tidak dapat diberikan dengan Hak Milik berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1958.
(2) Tanah bekas hak erfpacht / Hak
Guna Usaha (HGU) :
(a) yang
merupakan tanah pertanian;
(b) yang
sekarang sudah dikuasai langsung oleh negara.
b) Menurut
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara Menjadi Obyek Pengaturan
Penguasaan Tanah/Land Reform :
(1) tanah
Negara bebas;
(2) tanah
bekas erfpacht;
(3) tanah
bekas HGU yang telah berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh
pemegang hak atau telah dicabut/dibatalkan oleh pemerintah;
(4) tanah
kehutanan yang telah digarap / dikerjakan oleh rakyat dan telah dilepaskan
haknya oleh instansi yang bersangkutan;
(5) tanah
bekas gogolan;
(6) tanah
bekas hak adat / ulayat
4) Tanah di lokasi hasil kegiatan Inventarisasi
Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), yang berpotensi
untuk ditindak lanjuti dalam redistribusi tanah.
Sesuai
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara Menjadi Obyek Pengaturan
Penguasaan Tanah/Land Reform, maka diberi petunjuk penegasan Tanah
Obyek Land Reform sebagai berikut:
1) Permohonan
penegasan Tanah Obyek Land Reform diajukan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi yang bersangkutan.
2) Permohonan
harus dilampiri dengan surat-surat sebagai berikut:
a) riwayat
tanah yang memuat data-data fisik atas tanah;
b) Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT);
c) Peta
situasi (hasil pengukuran keliling);
d) Peta
penggunaan tanah;
e) Daftar
nama, alamat, dan luas tanah masing-masing penggarap;
f) Berita
Acara sidang Panitia Pertimbangan Land ReformDaerah Tingkat II,
apabila tanah yang dimohon penegasannya pernah disidangkan atau rekomendasi
dari bupati / walikota setempat;
g) Surat
Keputusan Pencabutan / Pembatalan Hak Guna Usaha apabila tanah yang diusulkan
berasal dari Hak Guna Usaha yang sudah/belum habis masa jangka waktunya dan
rekomendasi dari Dinas Perkebunan kabupaten/kota setempat;
h) Pelepasan
hak dari :
(1) Instansi
Kehutanan apabila tanah yang dimohon penegasannya berasal dari tanah kehutanan;
(2) Kepala / Ketua
adat setempat apabila tanah yang dimohon berasal dari bekas tanah adat/ulayat/marga
yang diketahui oleh kepala desa dan camat setempat.
3) Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi meneruskan permohonan
tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional disertai pertimbangannya.
Mengingat
terbatasnya luas tanah yang akan di redistribusikan dibandingkan dengan jumlah
petani penggarap yang membutuhkan, maka pembagian tanah dalam kegiatan
redistribusi diadakan suatu prioritas yaitu urut-urutan dari para petani yang
paling membutuhkan dan perlu untuk didahulukan. Sebagaimana dalam Pasal 8
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 menetapan bahwa Tanah Obyek Land
Reform yang akan dibagikan dengan hak Milik kepada para petani yang
bersangkutan menurut prioritas sebagai berikut :
1) penggarap
yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;
2) buruh
tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;
3) pekerja
tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan;
4) penggarap
yang belum sampai 3 (tiga) tahun mengerjakan tanah yang bersangkutan;
5) penggarap
yang mengerjakan tanah hak pemilik;
6) penggarap
tanah-tanah yang oleh pemerintah diberi peruntukan lain berdasarkan Pasal 4
ayat (2) dan ayat (3) peraturan ini;
7) Penggarap
yang tanah garapannya kurang dari 0,5 hektar;
8) Pemilik
yang luas tanahnya kurang dari 0,5 hektar;
9) Petani
atau buruh tani lainnya.
Jika dalam tiap-tiap
prioritas tersebut di atas terdapat :
1) petani
yang mempunyai ikatan keluarga sejauh tidak dari dua derajat dengan bekas
pemilik, dengan ketentuan sebanyak-banyaknya lima orang;
2) petani
yang terdaftar sebagai veteran;
3) petani
janda pejuang kemerdekaan yang gugur;
4) petani
yang menjadi korban kekacauan.
maka
kepada mereka itu diberikan pengutamaan di atas petani-petani lain yang ada di
dalam golongan prioritas yang sama.
Disamping
prioritas yang diadakan dalam pembagian tanah tersebut, ditentukan pula
mengenai syarat umum dan syarat khusus bagi para petani. Jadi tidak semua
petani yang digolongkan dalam prioritas akan mendapatkan tanah, tetapi mereka
harus memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961, yaitu :
1) syarat-syarat
umum ;
a) warga
negara Indonesia;
b) bertempat
tinggal di kecamatan letak tanah yang bersangkutan;
c) kuat
bekerja dalam pertanian.
2) syarat-syarat
khusus :
a) bagi
petani yang tergolong dalam prioritas 1, 2, 5, 6 dan 7 telah mengerjakan tanah
yang bersangkutan 3 (tiga) tahun berturut-turut;
b) bagi
petani yang tergolong dalam prioritas 4 telah mengerjakan tanahnya dua musim
berturut-turut;
c) bagi
pekerja tetap yang tergoong dalam prioritas 3 telah mengerjakan pada bekas
pemilik selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
Berdasarkan
Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak Milik atas Tanah Negara menyatakan bahwa pemberian Hak
Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program redistribusi tanah dilakukan
oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
Pemberian
Hak Milik atas tanah kepada petani penerima redistribusi Tanah Obyek Land
Reform diberikan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1) penerima
redistribusi wajib membayar uang pemasukan (untuk Tanah Obyek Land
reforrm yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee);
2) tanah
yang bersangkutan harus diberi tanda-tanda batas;
3) haknya
harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan yang bersangkutan untuk memperoleh
sertipikat;
4) penerima
redistribusi wajib mengerjakan / mengusahakan tanahnya secara aktif;
5) setelah2
(dua) tahun sejak ditetapkannya Surat Keputusan pemberian haknya wajib dicapai
kenaikan hasil tanaman setiap tahunnya sebanyak yang ditetapkan oleh Dinas
Pertanian daerah;
6) yang
menerima hak wajib menjadi anggota koperasi pertanian daerah tempat letak tanah
yang bersangkutan;
7) selama
uang pemasukannya belum dibayar lunas (untuk Tanah Obyek Land
Reform yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan
tanah absentee), Hak Milik yang diberikan itu dilarang untuk
dialihkan kepada pihak lain, jika tidak diperoleh izin terlebih dahulu dari
Kepala Kantor Pertanahan kabupaten / kota;
8) kelalaian
dalam memenuhi kewajiban-kewajiban atau pelanggaran terhadap larangan tersebut
di atas dapat dijadikan alasan untuk mencabut Hak Milik yang diberikan itu,
tanpa pemberian suatu ganti kerugian. Pencabutan Hak Milik itu dilakukan dengan
Surat Keputusan Menteri Agraria atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.
Kegiatan
redistribusi tidak terhenti sampai pemberian tanda bukti hak atas tanah
(sertipikat atau asset reform), namun dilanjutkan dengan memberikan
fasilitas untuk membuka akses penerima manfaat terhadap modal, teknologi,
pasar, peningkatan kapasitas, manajemen dan pendampingan (acces reform atau
pasca redistribusi). Agar tanah yang telah diperoleh oleh penerima manfaat
dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin sehingga dapat memberikan hasil yang
optimal pula, yang pada gilirannya dapat meningkatkan taraf hidup penerima manfaat.
Kegiatan acces
reform perlu direncanakan, diselenggarakan dan dikendalikan secara
cermat dan matang baik dalam konteks penyediaan dukungan keuangan (modal),
dukungan teknis dan managerial, pemasaran maupun pembinaan lanjutan lainnya.
Kegiatan acces reform dapat dilaksanakan pada tahap awal,
pertengahan atau akhir kegiatan redistribusi tanah. Namun disarankan acces
reform dilaksanakan pada tahap awal sebelum kegiatan redistribusi
dimulai, telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, begitu pula hubungan
kerja sudah terbangun dengan baik. Sehingga sesuai dengan potensi lokasi yang
ada sudah terlihat bentuk akses reform yang akan dikembangkan misalnya
pemanfaatan tanah untuk apa, pihak-pihak yang turut serta, hak dan
kewajibannya, besarnya bantuan modal atau kredit yang akan diberikan oleh
lembaga keuangan atau perbankan, bantuan teknis yang diberikan, siapa yang
memberikan bimbingan dan pendampingan dan sebagainya. Secara garis besar
pelaksanaannya sebagai berikut:
1) Melakukan
penyuluhan.
2) Melaksanakan
inventarisasi dan mengidentifikasi potensi yang ada.
3) Melakukan
fasilitasi dan rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan (stake
holders).
4) Membentuk
tim koordinasi akses reform yang beranggotakan para stake holders instansi
terkait, pemerintah daerah dll)
5) Membentuk
kelompok tani reforma agraria
6) Kerjasama
/ kemitraan dituangkan dalam nota kesepahaman (Mou) antar para pemangku
kepentingan (stake holders).
Sebagai contoh beberapa peran serat stake
holders dalam rangka acces reform:
a) Departemen
/ Dinas Pertanian, antara lain:
(1) Penyuluhan pertanian;
(2) Penyediaan pupuk, bibit, teknologi pertanian,
pemasaran;
b) Departemen Kehutanan / Dinas Kehutanan,
antara lain:
Pelepasan kawasan hutan yang secara nyata di lapangan
telah digarap oleh masyarakat selama puluhan tahun.
c) Kementerian Negara Usaha Kecil Menengah (UKM),
antara lain:
(1) Penyediaan
dana;
(2) Pembentukan
badan usaha baik koperasi atau badan hukum lainnya;
(3) Pendampingan
manajemen, pemasaran, modal, advokasi.
d) Departemen
/ Dinas pekerjaan Umum:
(1) Pematangan
tanah;
(2) Pembangunan
jalan desa dan jalan penghubung ke jalan kabupaten, provinsi dan nasional,
jembatan, terminal dan lain sebagainya;
(3) Pembangunan
irigasi dan fasilitas pertanian lainnya;
(4) Pembangunan
pasar.
e) Lembaga
keuangan , antara lain:
(1) Penyediaan
kredit dengan bunga ringan untuk membiayai kegiatan pra redistribusi dan
redistribusi
(2) Penyediaan
kredit dengan bunga ringan untuk kegiatan pasca redistribusi, misalnya untuk
modal kerja dan lain sebagainya.
f) Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi petani, antara lain:
(1) Membantu
menyeleksi petani atau penduduk miskin yang memenuhi persyaratan;
(2) Mencegah
masuknya penduduk dari daerah lain ke daerah (desa atau kecamatan) letak tanah
yang akan dibagikan;
(3) Mencegah
masuknya para spekulan tanah;
(4) Pendampingan advokasi, manajemen,
teknologi pertanian, pemasaran.
g) Pihak
swasta (dunia usaha), antara lain:
Berbagai
bentuk kemitraan yang setara dan menguntungkan masing-masing pihak;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar