Rabu, 18 Desember 2013

Sertipikasi PRONA

Nama kegiatan legalisasi asset yang umum dikenal dengan PRONA, adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA adalah salah satu bentuk kegiatan legalisasi asset dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai sejak tahun 1981 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Berdasarkan keputusan tersebut, Penyelenggara PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan daripada program Catur Tertib di Bidang Pertanahan.

Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Tujuan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah diseluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat.
PRONA merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah. Biaya pengelolaan penyelenggaraan PRONA, seluruhnya dibebankan kepada rupiah murni di dalam APBN pada alokasi DIPA BPN RI. Sedangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi tanggung jawab Peserta PRONA.
Peserta PRONA berkewajiban untuk:
  1. Menyediakan/menyiapkan Alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah yang akan dijadikan dasar pendaftaran tanah sesuai ketentuan yang berlaku.
  2. Menunjukkan letak dan batas-batas tanah yang dimohon (dapat dengan kuasa).
  3. Menyerahkan Bukti Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bukti Setor Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi peserta yang terkena ketentuan tersebut.
  4. Memasang patok batas tanah sesuai ketentuan yang berlaku.

KRITERIA SUBYEK PRONA

Subyek atau peserta PRONA adalah masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah. Masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah yang memenuhi persyaratan sebagai subyek/peserta PRONA yaitu pekerja dengan penghasilan tidak tetap antara lain petani, nelayan, pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman dan lain-lain pekerja dengan penghasilan tetap:
  1. pegawai perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD dengan penghasilan per bulan sama atau di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota, yang dibuktikan dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan surat keterangan penghasilan dari perusahaan;
  2. veteran, Pegawai Negeri Sipil pangkat sampai dengan Penata Muda Tk.I (III/d), prajurit Tentara Nasional Indonesia pangkat sampai dengan Kapten dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pangkat sampai dengan Komisaris Polisi, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir;
  3. istri/suami veteran, istri/suami Pegawai Negeri Sipil, istri/suami prajurit Tentara Nasional Indonesia, istri/suami anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir dan akta nikah;
  4. pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan Tentara Nasional Indonesia dan pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun;
  5. janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda pensiunan Tentara Nasional Indonesia, janda/duda pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun janda/duda dan akta nikah.

KRITERIA PENETAPAN LOKASI

Di dalam penetapan lokasi PRONA perlu memperhatikan kondisi wilayah dan infrastruktur pertanahanan yang tersedia.
  1. Kondisi Wilayah :
    Lokasi Kegiatan PRONA diarahkan pada wilayah-Wilayah sebagai berikut:
    • desa miskin/tertinggal;
    • daerah pertanian subur atau berkembang;
    • daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota;
    • daerah pengembangan ekonomi rakyat;
    • daerah lokasi bencana alam;
    • daerah permukiman padat penduduk serta mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan;
    • daerah diluar sekeliling transmigrasi;
    • daerah penyangga daerah Taman Nasional;
    • daerah permukiman baru yang terkena pengembangan prasarana umum atau relokasi akibat bencana alam.
  2. Infrastruktur Pertanahan
    Penetapan lokasi wilayah desa/kelurahan PRONA, hendaknya memperhatikan ketersediaan infrastruktur pertanahan, antara lain:
    1. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah;
    2. Inventarisasi Pengaturan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T);
    3. Peta Penatagunaan Tanah;
    4. Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (Fotogrametis);
    5. Infrastruktur Titik Dasar Teknik dan Peta Dasar Pendaftaran;
    6. Teknologi Informasi dan Komunikasi;
    7. Mobil dan peralatan Larasita; dan
    8. Infrastruktur lainnya.

KRITERIA OBYEK PRONA

  1. Tanah sudah dikuasai secara fisik
  2. Mempunyai alas hak (bukti kepemilikan)
  3. Bukan tanah warisan yang belum dibagi
  4. Tanah tidak dalam keadaan sengketa
  5. Lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten lokasi peserta program yang dibuktikan dengan KTP
  6. Memenuhi ketentuan tentang luas tanah maksimal obyek PRONA.

LUAS dan JUMLAH TANAH OBYEK PRONA

  1. Tanah Negara:
    • Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A sampai dengan luas 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
    • Tanah pertanian dengan luas sampai 2 ha (dua hektar).
  2. Penegasan konversi/pengakuan hak :
    • Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A sampai dengan luas 1.000 m2 (seribu meter persegi); dan
    • Tanah pertanian dengan luas sampai 5 ha (lima hektar).
  3. Jumlah bidang tanah:
    Bidang tanah yang dapat didaftarkan atas nama seseorang atau 1 (satu) peserta dalam kegiatan PRONA paling banyak 2 (dua) bidang tanah

TAHAPAN PELAKSANAAN PRONA

  1. Penyerahan DIPA
  2. Penetapan Lokasi
  3. Penyuluhan
  4. Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan Peserta)
  5. Pengukuran dan Pemetaan
  6. Pemeriksaan Tanah
  7. Pengumuman
  8. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (Penetapan Hak)
  9. Penerbitan sertipikat/Pembukuan Hak
  10. Penyerahan Sertipikat

SUMBER BIAYA PRONA

Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI. Anggaran dimaksud meliputi biaya untuk:
  1. Penyuluhan;
  2. Pengumpulan Data (alat bukti/alas hak);
  3. Pengukuran Bidang Tanah;
  4. Pemeriksaan Tanah;
  5. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis;
  6. Penerbitan Sertipikat;
  7. Supervisi dan Pelaporan.
Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan menjadi beban kewajiban peserta program.
Sumber: bpn.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar